•
Pengertian akidah
Dalam bahasa Arab
akidah berasal dari kata al-'aqdu
(الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu
(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu
biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan
menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun
bagi orang yang meyakininya.
Jadi,
Akidah 1Islamiyyah
adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala
pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang
telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang
ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh
berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih
Dengan
demikian, ‘aqidah Islam bersifat tauqifi, yaitu telah dijelaskan secara tetap
dan pasti. Artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada
medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya.
•
Pengertian iman
Rincian dari definisi istilah ini, merupakan cerminan rukun
iman yang enam, di mana para ulama meyebutnya dengan pokok keimanan yang enam
(Ushul imân as-sittah), pokok agama (ushuluddîn), pokok keyakinan (ushûlul
I’tiqâd) atau asas keyakinan Islam (asâsul ‘aqidah al-islâmiyyah).
Iman secara bahasa
berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah
"Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan,
bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para
ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa
bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang".
Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i,
Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.
Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan,
bisa bertambah dan bisa berkurang.
“Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka yang
sudah ada.”
—QS. Al Fath [48] : 4
Pembagian rukun iman:
•
Iman kepada Allah
•
Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
•
Iman kepada Kitab-kitab Allah
•
Iman kepada Rasul-rasul Allah
•
Iman kepada Hari Akhir
•
Iman kepada Qada dan Qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk
Penjelasan Rukun Iman
Aqidah Islamiah
dibangun di atas rukun iman yang enam, yaitu: Iman kepada Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhirat, dan iman kepada takdir yang baik
dan yang buruk.
Keenam rukun ini telah disebutkan secara jelas dalam Al-Qur`an dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من ءامن بالله واليوم الآخر والملائكة والكتاب والنبيين
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.” (QS. Al-Baqarah: 177)
Adapun, iman kepada takdir maka disebutkan dalam firman-Nya:
إنا كل شيء خلقناه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (QS. Al-Qamar: 49)
Sementara dari As-Sunnah adalah hadits Umar bin Al-Khaththab yang masyhur tentang kisah datangnya Jibril alaihissalam untuk bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang iman. Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim no. 9)
Keenam rukun ini telah disebutkan secara jelas dalam Al-Qur`an dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من ءامن بالله واليوم الآخر والملائكة والكتاب والنبيين
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.” (QS. Al-Baqarah: 177)
Adapun, iman kepada takdir maka disebutkan dalam firman-Nya:
إنا كل شيء خلقناه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (QS. Al-Qamar: 49)
Sementara dari As-Sunnah adalah hadits Umar bin Al-Khaththab yang masyhur tentang kisah datangnya Jibril alaihissalam untuk bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang iman. Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim no. 9)
Berikut penjelasan ringkas mengenai keenam rukun iman ini:
1. Iman kepada Allah.
Tidaklah seseorang dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 perkara:
a. Mengimani adanya Allah Ta’ala.
b. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah.
c. Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.
d. Mengimani semua nama dan sifat Allah yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakann( ta’thil, tahrif, takyif, dan tamtsil)
2. Iman kepada
para malaikat Allah.
Maksudnya kita wajib membenarkan bahwa para malaikat itu ada wujudnya dimana Allah Ta’ala menciptakan mereka dari cahaya. Mereka adalah makhluk dan hamba Allah yang selalu patuh dan beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
ومن عنده لا يستكبرون عن عبادته ولايستحسرون يسبحون الليل والنهار لايفترون
“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya`: 19-20)
Kita wajib mengimani secara rinci setiap malaikat yang kita ketahui namanya seperti Jibril, Mikail, dan Israfil. Adapun yang kita tidak ketahui namanya maka kita mengimani mereka secara global.
Maksudnya kita wajib membenarkan bahwa para malaikat itu ada wujudnya dimana Allah Ta’ala menciptakan mereka dari cahaya. Mereka adalah makhluk dan hamba Allah yang selalu patuh dan beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
ومن عنده لا يستكبرون عن عبادته ولايستحسرون يسبحون الليل والنهار لايفترون
“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya`: 19-20)
Kita wajib mengimani secara rinci setiap malaikat yang kita ketahui namanya seperti Jibril, Mikail, dan Israfil. Adapun yang kita tidak ketahui namanya maka kita mengimani mereka secara global.
3. Iman kepada
kitab-kitab Allah.
Yaitu kita mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah kalam-Nya, dan kalamullah bukanlah makhluk karena kalam merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah makhluk.
Kita juga wajib mengimani secara terperinci semua kitab yang namanya disebutkan dalam Al-Qur`an seperti taurat, injil, zabur, suhuf Ibrahim, dan suhuf Musa. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita mengimani secara global bahwa Allah Ta’ala mempunyai kitab lain selain daripada yang diterangkan kepada kita. Secara khusus tentang Al-Qur`an, kita wajib mengimani bahwa dia merupakan penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
Yaitu kita mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah kalam-Nya, dan kalamullah bukanlah makhluk karena kalam merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah makhluk.
Kita juga wajib mengimani secara terperinci semua kitab yang namanya disebutkan dalam Al-Qur`an seperti taurat, injil, zabur, suhuf Ibrahim, dan suhuf Musa. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita mengimani secara global bahwa Allah Ta’ala mempunyai kitab lain selain daripada yang diterangkan kepada kita. Secara khusus tentang Al-Qur`an, kita wajib mengimani bahwa dia merupakan penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
4. Iman kepada
para nabi dan rasul Allah.
Yaitu mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata.
tiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita wajib mengimaninya secara global. Allah Ta’ala berfirman:
ولقد أرسلنا رسلاً من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص عليك
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Ghafir: 78)
Yaitu mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata.
tiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita wajib mengimaninya secara global. Allah Ta’ala berfirman:
ولقد أرسلنا رسلاً من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص عليك
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Ghafir: 78)
5. Iman kepada
hari akhir.
Dikatakan hari akhir karena dia adalah hari terakhir bagi dunia ini, tidak ada lagi hari keesokan harinya. Hari akhir adalah hari dimana Allah Ta’ala mewafatkan seluruh makhluk yang masih hidup ketika itu -kecuali yang Allah perkecualikan-, lalu mereka semua dibangkitkan untuk mempertanggung jawabkan amalan mereka. Allah Ta’ala berfirman:
كما بدأنا أول خلق نعيده وعدا علينا إنا كنا فاعلين
“Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya, janji dari Kami, sesungguhnya Kami pasti akan melakukannya.” (QS. Al-Anbiya`: 104)
Dikatakan hari akhir karena dia adalah hari terakhir bagi dunia ini, tidak ada lagi hari keesokan harinya. Hari akhir adalah hari dimana Allah Ta’ala mewafatkan seluruh makhluk yang masih hidup ketika itu -kecuali yang Allah perkecualikan-, lalu mereka semua dibangkitkan untuk mempertanggung jawabkan amalan mereka. Allah Ta’ala berfirman:
كما بدأنا أول خلق نعيده وعدا علينا إنا كنا فاعلين
“Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya, janji dari Kami, sesungguhnya Kami pasti akan melakukannya.” (QS. Al-Anbiya`: 104)
6.
Beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.
Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka begitupula perbuatan mereka adalah ciptaan Allah.
Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka begitupula perbuatan mereka adalah ciptaan Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
لتعلموا أن الله على كل شيء قدير وأن الله قد أحاط بكل شيء علما
“Agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan kamu tidak dapat menghendaki (mengerjakan sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الله خالق كل شيء
“Allah menciptakan segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 6
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin
ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi
perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau.
Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi :
"Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib
timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan
Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu
Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menabi
kan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak
yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan
oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126)
dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para
ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga
digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah
(jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus
Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang
berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi
abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah
yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj
(metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf
Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan dalam
akidah dan iman adalah syirik, yaitu menjadikan sekutu untuk allah baik dalam
segi rubbubiyah maupun dalam segi ilahiya.
Allah berfirman dalam al-qur’an surat al-lukman ayat:13
Yang artinya: ”sesungguhnya
mepersekutukan allah adalah benar benar kezaliman yang besar”
Kezaliman
sendiri adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempat yang selayaknya. Maka
barang siapa beribadah kepada seklain allah maka dia teah beribadah buka padda
tempatnya. Oleh karena peranannya yang sangat penting ini maka kita juga harus
mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari aqidah yang benar. Di antara penyebab
itu adalah:
1. Bodoh terhadap prinsip-prinsip aqidah yang benar.
Hal ini
bisa terjadi karena sikap tidak mau mempelajarinya, (tidak mau mengamalkannya),
tidak mau mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian yang
dicurahkan untuknya. Ini mengakibatkan tumbuhnya sebuah generasi yang tidak
memahami aqidah yang benar dan tidak mengerti perkara-perkara yang bertentangan
dengannya, sehingga yang benar dianggap batil dan yang batil pun dianggap
benar.
2. Ta’ashshub (fanatik)
Yakni
Ta’ash-shub kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya meskipun hal itu
termasuk kebatilan, dan meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan
ajaran nenek moyang walaupun hal itu termasuk kebenaran.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ
أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah wahyu yang
diturunkan Tuhan kepada kalian!’ Mereka justru mengatakan, ‘Tidak, tetapi kami
tetap akan mengikuti apa yang kami dapatkan dari nenek-nenek moyang kami’
(Allah katakan) Apakah mereka akan tetap mengikutinya meskipun nenek moyang
mereka itu tidak memiliki pemahaman sedikit pun dan juga tidak mendapatkan
hidayah?”(QS. Al Baqarah: 170)
3. Taqlid Buta
Hal ini
terjadi dengan mengambil pendapat-pendapat orang dalam permasalahan aqidah
tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya. Inilah kenyataan yang menimpa
sekian banyak kelompok-kelompok sempalan seperti kaum Jahmiyah, Mu’tazilah dan
lain sebagainya. Mereka mengikuti saja perkataan tokoh-tokoh sebelum mereka
padahal mereka itu sesat. Maka mereka juga ikut-ikutan menjadi tersesat, jauh
dari pemahaman aqidah yang benar.
4. Ghuluw (berlebih-lebihan)
(Khususnya,
ghuluw) dalam menghormati para wali dan orang-orang saleh. Mereka mengangkatnya
melebihi kedudukannya sebagai manusia. Hal ini benar-benar terjadi hingga ada
di antara mereka yang meyakini bahwa tokoh yang dikaguminya bisa mengetahui
perkara gaib, padahal ilmu gaib hanya Allah yang mengetahuinya.
5. Lalai
(Yakni)
Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah.
Ini terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan materialistik yang
digembar-gemborkan orang barat.
6. Tidak adanya bimbingan agama yang benar
Kebanyakan
rumah tangga telah kehilangan bimbingan agama yang benar. Padahal peranan orang
tua sebagai pembina putra-putrinya sangatlah besar.
Kita
dapatkan anak-anak telah besar di bawah asuhan sebuah mesin yang disebut
televisi. Mereka tiru busana artis idola, padahal busana sebagian mereka itu
ketat, tipis dan menonjolkan aurat yang harusnya ditutupi. Setelah itu mereka
pun lalai dari membaca Al Qur’an, merenungkan makna-maknanya dan malas menuntut
ilmu agama.
7. Tersibukkan dengan media informasi dan penyiaran
Sebagian
besar siaran dan acara yang mereka tampilkan tidak memperhatikan aturan agama.
Ini menimbulkan fasilitas-fasilitas itu berubah menjadi sarana perusak dan
penghancur generasi umat Islam.
Resep Penyimpangan Aqidah
Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan :
Resep pertama, Kembali kepada Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah Saw dalam mempelajari Aqidah, sebagaimana yang telah ditempuh
oleh para generasi salafus shalih terdahulu. Pembelajaran aqidah harus murni
berdasar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana pemahaman para salafush
shalih.
Resep kedua, Kurikulum pendidikan untuk semua
tingkat dan jenjang pendidikan harus diperbaiki. Materi aqidah harus
mendapatkan perhatian besar dan prioritas utama. Alokasi waktu untuk pelajaran
aqidah harus ditambah. Buku-buku pelajaran aqidah yang dipergunakan haruslah
buku-buku aqidah ahlus sunnah wal jama’ah yang berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Buku-buku aqidah yang menyimpang dan disusun oleh kelompok-kelompok
sesat harus dijauhkan.
Resep ketiga, Membina dan mencetak para da’i
dan guru yang handal di bidang aqidah yang benar. Para da’i yang terjun di
masyarakat dan para guru yang terjun di sekolah-sekolah ini harus memiliki
kepasitas dan kredibilitas yang tinggi dalam mengajarkan aqidah shahihah dan membantah
serta menolak berbagai paham sesat dan keyakinan yang batil.
Resep keempat, Mempergunakan sarana-sarana
teknologi modern untuk mendakwahkan aqidah shahihah. Diantaranya dengan membuat
program-program TV dan radio yang mengajarkan aqidah shahihah dan membantah
aqidah yang batil, menerbitkan buku-buku, majalah-majalah, membuat situs-situs
internet, dan CD-CD pengajaran aqidah shahihah. Dengan memikian, jangkauan
dakwah aqidah shahihah semakin meluas dan menjangkau semua kalangan.
salam,
^.^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar